Pengertian motivasi dan definisi dalam
organisasi berkisar pada dimensi subyektif, ada di dalam diri setiap
individu, yang mendorong lahirnya aktivitas. Motivasi merupakan
pendorong utama perilaku seseorang dalam suatu pekerjaan. Seorang
pekerja menjadi rajin atau tidak rajin, kreatif atau tidak kreatif,
dapat ditelusuri lewat motivasi yang ada di dalam dirinya. Perhatian
serius pada masalah motivasi membuat pimpinan di suatu organisasi dalam
memanfaatkan motivasi di dalam diri tiap pekerja untuk mencapai tujuan
perusahaan.
Definisi Motivasi
Menurut Ellen A. Benowitz, motivasi
adalah “kekuatan yang menyebabkan individu bertindak dengan cara
tertentu. Orang punya motivasi tinggi akan lebih giat bekerja, sementara
yang rendah akan sebaliknya.”[1] John R. Schemerhorn, et.al.
mendefinisikan motivasi sebagai “mengacu pada pendorong di dalam diri
individu yang berpengaruh atas tingkat, arah, dan gigihnya upaya
seseorang dalam pekerjaannya.”[2] Laurie J. Mullins mendefinisikan motivasi sebagai “arahan dan kegigihan tindakan.”[3]
Motivasi menurut Martin Covington adalah alasan yang
“... deals with the why of behavior:
Why for example, do individuals choose to work on certain tasks and not
on others: why do they exhibit more or less energy in the pursuit of
these tasks and why do some people persist until the task is completed,
whereas others give up before they really starts, or in some cases
pursue more elegant solutions long after perfectly sensible answers have
presented theselves.”[4]
Definisi lain mengenai motivasi diajukan oleh Jere E. Brophy. Menurut Brophy, motivasi adalah “
... a theoretical construct used to
explain the initiation, direction, intensity, persistence, and quality
of behavior, especially goal-directed behavior. Motives are hypotetical
constructs used to explain why people are doing what they are doing.”[5]
Selanjutnya, Jere E. Brophy mengutarakan bahwa “... motivation is subjective and focused on the reasons behind our choices and actions.”[6]
Bagi Brophy, motivasi perlu dibedakan dengan tujuan maupun strategi.
Ia memberi contoh, respon seseorang atas lapar (motivasi) adalah dengan
pergi ke restoran (strategi) untuk mendapatkan makanan (tujuan). Hal
yang senada dengan Brophy juga diujar oleh Donna Walker Tileston bahwa
“... motivation relates to the drive
to do something. Motives are usually construed as relatively general
needs or desires that energize people to initiate purposeful action
sequences.[7]
Sehubungan dengan dunia kerja, terdapat 2
jenis motivasi yaitu : (1) Motivasi Intrinsik dan (2) Motivasi
Ekstrinsik. Motivasi intrinsik berhubungan dengan reward nyata seperti gaji, keamanan posisi, promosi, kontrak, lingkungan kerja, dan kondisi kerja. Sebagian besar dari reward nyata ini ada di level organisasi dan berada di luar kewenangan manajer selaku individu.
Motivasi intrinsik berhubungan dengan reward
yang bersifat psikologis seperti kesempatan menggunakan kemampuan, rasa
tertantang untuk berprestasi, menerima pujian, pengakuan positif, dan
diperlakukan secara baik. Reward psikologis ini dapat diupayakan oleh manajer selaku individu karena berada di dalam kemampuannya.
Teori-teori Motivasi
Sebagai konsep, motivasi perlu
dijelaskan berdasarkan kaitan antar fakta yang ada di dalamnya secara
empiris. Dengan demikian, lahirlah teori-teori yang meneliti seputar
motivasi. Laurie J. Mullins membaginya menjadi 2 bagian besar yaitu :
(1) Teori Pemuasan dan (2) Teori Proses. Sementara Robert N. Lussier and
Christopher F. Achua membaginya menjadi 3, yaitu : (1) Teori-teori
Motivasi Kepuasan; (2) Teori-teori Motivasi Proses; dan (3) Teori
Penguatan.[8] Tulisan selanjutkan akan mengikut pada apa yang disampaikan Lussier and
Achua, dan sebelum dilakukan pembahasan atas ketiga jenis teori
motivasi yang dikenal ada baiknya kami memuat taksonomi dari keduanya
terlebih dulu.
Klasifikasi Teori Motivasi
|
Teori Motivasi yang Mewakili
|
1. Teori-teori Motivasi Pemuasan fokus pada penjelasan dan penaksiran perilaku berdasarkan motivasi kebutuhan para pekerja.
|
A. Hirarki
Teori Kebutuhan (Abraham Maslow) berpendapat bahwa pekerja
termotivasi lewat 5 tingkat kebutuhan – fisiologis, keamanan, sosial,
penghargaan, dan aktualisasi diri.
B. Teori
2 Faktor (Frederick Herzberg) berpendapat bahwa pekerja termotivasi
oleh motivator (kebutuhan tingkat tinggi) ketimbang faktor maintenance
(pemeliharaan).
C. Teori
Kebutuhan yang Diperoleh berpendapat bahwa pekerja termotivasi oleh
kebutuhan mereka untuk berprestasi, kekuasaan, dan afiliasi.
|
2. Teori-teori Motivasi Proses
|
A. Teori
Ekuitas berpendapat bahwa pekerja termotivasi saat menganggap input
yang mereka berikan sesuai dengan output yang dihasilkan.
B. Teori
Ekspektansi berpendapat bahwa pekerja termotivasi tatkala mereka
yakin mereka bisa menyelesaikan pekerjaan, mereka akan menerima
reward, dan reward tersebut sesuai nilainya dengan upaya yang mereka
curahkan.
C. Teori Tujuan berpendapat bahwa tujuan yang bisa dicapai tetapi sulit akan memotivasi para pekerja.
|
3. Teori
Penguatan berpendapat bahwa perilaku dapat dijelaskan, diprediksi,
dan dikendalikan melalui akibat dari suatu perilaku.
|
Tipe Penguatan :
a. Positif
b. Pengelakan (avoidance)
c. Extinction (penghilangan)
d. Punishment (penghukuman)
|
Teori-teori Motivasi Pemuasan
Teori-teori motivasi pemuasan fokus pada
penjelasan dan pemprediksian perilaku berdasarkan kebutuhan manusia.
Alasan utama orang bertindak adalah demi memenuhi kebutuhan atau
keinginannya untuk merasa puas. Sebab itu, penting memahami teori
motivasi pemuasan (kebutuhan). Orang ingin puas dalam bekerja, dan
mereka akan meninggalkan suatu perusahaan untuk melamar di perusahaan
lain demi memenuhi kebutuhan mereka. Kunci suksesnya kepemimpinan adalah
memenuhi kebutuhan para pekerja sementara mereka diharuskan mencapai
tujuan organisasi.
Teori Hirarki Kebutuhan Abraham Harold Maslow – Maslow
mengembangkan teori kebutuhannya tahun 1943. Teori tersebut ia bangun
berdasarkan 4 asumsi (anggapan dasar) utama yaitu: (1) Hanya kebutuhan
yang belum tercapai sajalah yang akan memotivasi orang; (2) Kebutuhan
orang tersusun dari yang paling mendasar hingga yang paling rumit; (3)
Orang tidak akan termotivasi untuk memuaskan kebutuhan tingkat tingginya
jika yang di level bawahnya belum terpuaskan; dan (4) Maslow
mengasumsikan orang punya 5 klasifikasi kebutuhan, yang disajikan dalam
pola hirarkis dari yang paling rendah hingga yang paling tinggi.
Teori hirarki kebutuhan Maslow
menyatakan bahwa orang termotivasi melalui 5 tingkat kebutuhan –
fisiologis, keamanan, kepemilikan, penghargaan, dan aktualisasi diri,
yang rinciannya :
- Kebutuhan fisiologis – Merupakan kebutuhan dasar atau primer setiap orang yaitu udara, makanan, tempat berlindung, seks, dan penghindaran dari rasa takut.
- Kebutuhan keamanan – Bilamana kebutuhan fisiologis telah terpenuhi, individu lalu memperhatikan keselamatan dan keamanan dirinya.
- Kebutuhan memiliki – Setelah memperoleh keselamatan, orang segera mencari kasih sayang, persahabatan, penerimaan, dan perasaan. Kebutuhan kepemilikan juga disebut kebutuhan sosial.
- Kebutuhan penghargaan – Setelah kebutuhan sosial terpenuhi, individu fokus pada ego-nya, status, harga diri, pengakuan bagi apa yang ia miliki, dan perasaan percaya diri dan prestise.
- Kebutuhan aktualisasi diri – Tingkat kebutuhan tertinggi adalah mencapai potensi penuh seseorang. Untuk melakukan ini, seseorang mengembangkan diri, berprestasi, dan memperoleh kemajuan tertentu di dalam hidupnya.
Hirarki kebutuhan Maslow umumnya
dipelajari di sektor psikologi dan bisnis karena ia menawarkan teori
motivasi manusia yang cukup kaya dan kepastiannya di tingkat individu.
Kendati begitu, karya Maslow dikritik karena tidak mempertimbangkan
bahwa orang dapat berbeda tingkatan kebutuhannya bergantung kehidupannya
masing-masing. Juga, Maslow tidak memperhatikan kenyataan bahwa orang
dapat berbalik dari kebutuhan yang lebih tinggi ke arah kebutuhan yang
lebih rendah.
Kini, pengikut Maslow dan lainnya sadar
bahwa kebutuhan tidak-lah sesederhana seperti 5 tingkatan yang ia susun.
Asumsi Maslow kini telah diperbarui guna merefleksikan pandangan yang
berbeda, dan banyak organisasi saat ini menggunakan variasi dari metode
manajemen seperti ia tawarkan tahun 1943. Maslow juga diakui telah
mempengaruhi sejumlah pakar seperti Douglas McGregor, Rensis Likert, dan
Peter Drucker.
Bagaimana teori hirarki kebutuhan Maslow
diterapkan pada ranah organisasi atau perusahaan? Kira-kira gambaran
piramidalnya sebagai berikut :
Gambar 15 Piramida Hirarki Kebutuhan Abraham Harold Maslow 1943
Teori Dua Faktor –
Teori 2 Faktor dikembangkan oleh Frederick Herzberg tahun 1960-an.
Herzberg mengkombinasikan kebutuhan tingkat rendah ke dalam satu
klasifikasi yang ia sebut Hygiene-Maintenance, dan kebutuhan tingkat tinggi ke dalam satu klasifikasi yang dia sebut Motivator. Teori Dua Faktor berpendapat bahwa orang termotivasi oleh motivator ketimbang faktor maintenance-hygiene.
Bagi Herzberg, faktor maintenance-hygiene juga dapat disebut sebagai motivator
yang bersifat ekstrinsik karena motivasi tersebut datang dari luar diri
pekerja atau pekerjaan itu sendiri. Motivasi ekstrinsik ini termasuk
gaji, keamanan pekerjaan, jabatan, kondisi kerja, jaminan perusahaan,
dan hubungan kerja. Faktor-faktor ini berhubungan dengan hal memenuhi
kebutuhan tingkat rendah.
Bagi Herzberg pula, faktor Motivator
disebut sebagai motivator intrinsik karena motivasi tersebut datang
dari dalam diri pekerja melalui pekerjaan itu sendiri. Motivator
instrinsik termasuk prestasi, pengakuan, tantangan, dan kemajuan.
Faktor-faktor ini berhubungan dalam pemenuhan kebutuhan tingkat tinggi
dan lebih baik dalam memberikan motivasi ketimbang faktor-faktor
ekstrinsik. Jika seorang pekerja melakukan pekerjaan secara benar bahkan
lebih dari yang diharapkan, maka reward akan diperoleh adalah pengumuman atasan atas prestasinya tersebut. Kira-kira demikian contoh dari motivasi intrinsik tersebut.
Model motivasi Dua Faktor Herzberg
didasarkan pada riset, yang menyatakan ketidaksetujuan atas pandangan
tradisional yang menganggap kepuasan dan ketidakpuasan berada selalu
berada dalam posisi yang saling berseberangan pada satu kontinum (model
satu dimensi). Bagi mereka, terdapat 2 kontinum: yaitu kontinum bukan tak puas oleh lingkungan (maintenance) hingga ke arah tak puas, dan dari terpuaskan oleh pekerjaan itu sendiri (termotivasi) hingga tak terpuaskan (tak termotivasi).
Pekerja berada pada kontinum tidak puas hingga bukan tidak puas dengan lingkungannya. Herzberg berdalih bahwa sekadar menyediakan faktor maintenance (pemeliharaan) akan mempertahankan pekerja untuk tetap menjadi tidak puas, dan hal tersebut tidak akan membuat mereka terpuaskan atau memotivasi mereka.
Sehubungan dengan faktor-faktor
pemeliharaan, Herzberg yakin bahwa jika pekerja yang dianggap rendah
kinerjanya lalu diberikan kenaikan gaji, maka mereka hanya akan beranjak
ke posisi dari tak puas menjadi bukannya tak puas. Namun,
setelah ditunggu sekian lama, pekerja tersebut tidak juga menunjukkan
peningkatan kinerja. Hal ini terjadi karena perhatian hanya diberikan
secara satu dimensi. Manajemen perlu pula memperhatikan faktor-faktor motivator agar menjadi tinggi sehingga pekerja menjadi termotivasi. Sehingga Herzberg berkata bahwa manajemen harus fokus pada satu-satunya motivator : Pekerjaan itu sendiri. Skema motivasi dari Herzberg sebagai berikut:[9]
Gambar 16 Teori Dua Faktor Motivasi versi Herzberg 1964
Pandangan umum bahwa uang merupakan
motivator menganggap bahwa uang berdampak lebih pada sejumlah orang
ketimbang lainnya, dan ia akan memotivasi sejumlah pekerja. Kendati
demikian, uang bukan satu-satunya yang memotivasi pekerja untuk bekerja
lebih keras. Pernahkah anda beroleh kenaikan gaji? Apakah dengan
kenaikan tersebut, anda lebih termotivasi sehingga rajin bekerja dan
produktif? Uang memiliki batasan dalam kemampuannya memotivasi. Berapa
banyak guru yang sudah tersertifikasi tetapi tetap tidak juga
menunjukkan peningkatan kinerjanya terhadap peserta didik?
Teori Kebutuhan Diperoleh – Teori Kebutuhan Diperoleh
berpendapat bahwa orang termotivasi oleh kebutuhan mereka baik karena
untuk prestasi, kekuasaan, dan afiliasi. Teori ini secara garis besar
sama dengan teori prestasi (nAch) dari David McClelland. Namun, McClelland bukanlah satu-satunya penyumbang utama Teori Kebutuhan Diperoleh ini. Selain McClelland, teori ini juga dikembangkan oleh Henry Murray untuk kemudian diadaptasi oleh John Atkinson.
Penting untuk pula memahami seberapa dekat hubungan antara sifat, perilaku, dan motivasi. Kebutuhan Diperoleh
juga secara luas diklasifikasikan sebagai bentuk hubungan antara sifat
dengan motivasi sejak McClelland dan lainnya yakin bahwa kebutuhan
sesungguhnya lebih didasarkan pada sifat personal seseorang. Setiap
orang punya tingkat kebutuhan yang berbeda-beda. Kebutuhan afiliasi
McClelland secara esensial sama dengan kebutuhan kepemilikan dari
Maslow; kekuasaan dan prestasi berhubungan dengan perhargaan,
aktualisasi diri, dan perkembangan diri. Teori motivasi McClelland tidak
memasukkan kebutuhan tingkat rendah seperti fisiologis dan keamanan.
Teori Kebutuhan Diperoleh
menyatakan bahwa semua orang punya kebutuhan untuk berprestasi,
berkuasa, dan berafiliasi, tetapi berbeda derajatnya. Terdapat sejumlah
fenomena yang mengindikasikan bahwa pria cenderung lebih berorientasi
pada prestasi dan kekuasaan sementara perempuan cenderung lebih
berorientasi hubungan. Sejumlah gagasan dasar bagi pemotivasian pekerja
harus didasarkan pada upaya pemenuhan kebutuhan dominan mereka, dalam
mana:
- Memotivasi pekerja dengan nAch
tinggi. Berikan mereka tugas yang menantang dan bersifat tidak rutin,
dengan tujuan yang jelas dan bisa dicapai. Berikan mereka umpan balik
yang sering dan cepat mengenai kinerja yang mereka tunjukkan. Secara
terus-menerus, tingkatkan pertanggungjawaban mereka dalam melakukan hal
baru.
- Memotivasi pekerja dengan nPow
(berkuasa) tinggi. Biarkan mereka berencana dan mengendalikan pekerjaan
mereka sebisa mungkin. Coba libatkan mereka dalam pengambilan
keputusan, utamanya tatkala mereka terkena dampak dari keputusan
tersebut. Mereka cenderung menunjukkan kinerja terbaiknya sendiri
ketimbang bersama anggota tim. Coba tempatkan mereka pada keseluruhan
pekerjaan, bukan sebagian dari pekerjaan.
- Memotivasi pekerja dengan nAff
(afiliasi) tinggi. Pastikan mereka bekerja sebagai bagian dari tim.
Mereka merinci kepuasannya sendiri atas orang lain dengan mana mereka
bekerja ketimbang dari pekerjaan itu sendiri. Berikan mereka pujian dan
pengakuan yang besar. Delegasikan pertanggungjawaban untuk melakukan
orientasi dan pelatihan pekerja baru pada mereka.
Teori-teori Motivasi Proses
Teori-teori motivasi proses fokus pada upaya memahami bagaimana pekerja menentukan perilakunya dalam upaya memenuhi kebutuhan mereka. Teori-teori motivasi proses lebih rumit ketimbang teori-teori motivasi pemuasan. Teori-teori motivasi pemuasan secara sederhana difokuskan pada pengidentifikasian dan pemahaman atas kebutuhan manusia. Teori-teori motivasi proses
beranjak lebih jauh dengan berupaya memahami mengapa orang punya
kebutuhan yang berbeda, mengapa mereka perlu perubahan, bagaimana dan
mengapa orang memilih mencoba memuaskan kebutuhannya dengan aneka cara,
proses-proses mental manusia saat mereka coba memahami situasi, dan
bagaimana mereka menilai kepuasan atas kebutuhannya sendiri.
Teori Equitas –
Pekerja ingin diperlakukan secara adil. Jika pekerja mengira keputusan
organisasi dan tindakan manajerial tidak adil, maka mereka akan
mengalami rasa marah dan dendam. Pekerja harus yakin bahwa mereka
diperlakukan secara adil jika mereka mau bekerja bersama secara efektif.
Teori Ekuitas sesungguhnya merupakan teori motivasi dari J.
Stacy Adams, di mana pekerja dikatakan termotivasi untuk mencari
kesamaan sosial dalam hal reward yang mereka terima (output) bagi kinerja yang mereka tunjukkan (input). Teori Equitas berpendapat bahwa orang termotivasi tatkala mereka menganggap input sama dengan output.
Lewat proses teori equitas, orang memperbandingkan input mereka (upaya, pengalaman, senioritas, status, kecerdasan) dan output
(pujian, pengakuan, gaji, keuntungan, promosi, peningkatan status,
dukungan supervisor) dengan apa yang berlaku pada pekerja lain.
Individu lain yang kesetaraannya
berusaha seorang pekerja perbandingkan dapat berupa rekan kerja atau
kelompok kerja yang sama atau berbeda organisasi, bahkan dalam situasi
yang hipotesis (“seandainya ....”). Kata yang kerap digunakan dalam konteks kesetaraan ini adalah anggapan bukan aktual dari input dan output. Orang lain mungkin menganggap bahwa Equitas (kesamaan) adalah ada sehingga menyatakan bahwa orang yang mengeluh tentang ketidaksetaraan adalah salah.
Distribusi gaji yang equitable
(sama) adalah penting bagi organisasi. Sayangnya, banyak pekerja
cenderung menginflasikan (melebih-lebihkan) upaya atau kinerja mereka
tatkala diperbandingkan dengan orang lain. Pekerja juga cenderung
menganggap rendah apa yang orang lain capai. Pekerja bisa jadi sangat
termotivasi dan terpuaskan hingga suatu saat mereka menemukan situasi di
mana orang lain menerima lebih baik ketimbang mereka di posisi yang setara.
Perbandingan dengan orang lain membawa seseorang pada tiga kesimpulan: (1) pekerja underrewarded (kurang dihargai); (2) pekerja overrewarded (dihargai secara berlebihan); dan (3) pekerja equitably rewarded (dihargai sebagaimanamestinya).
Teori Ekspektansi – Teori Ekspektansi didasarkan pada rumus Victor Vroom yaitu motivasi = ekspektansi x instrumentalitas x valensi. Teori Ekspektansi
berpendapat bahwa orang termotivasi tatkala mereka yakin bahwa ketika
mereka dapat menyelesaikan pekerjaannya, mereka akan mendapat reward, dan reward tersebut akibat mereka melakukan tugas sebanding dengan usahanya.
Teori ini berdasar pada asumsi berikut:
Baik faktor internal (kebutuhan) dan eksternal (lingkungan) berdampak
pada perilaku; perilaku adalah keputusan individu; orang punya perbedaan
kebutuhan, hasrat, dan tujuan; dan orang membuat keputusan berdasarkan
anggapan mereka terhadap hasil (outcome). Teori Ekspektansi terus populer hingga saat ini.
Terdapat 3 variabel yang harus memenuhi syarat dalam rumus Vroom agar motivasi terjadi, yaitu :
- Ekspektansi
(pengharapan) mengacu pada anggapan seseorang seputar kemampuannya
(kemungkinannya) untuk menyelesaikan suatu tujuan. Umumnya, semakin
tinggi pengharapan, semakin baik kesempatan munculnya motivasi. Tatkala
pekerja tidak yakin bahwa mereka dapat menyelesaikan tujuan, mereka
tidak akan termotivasi untuk mencobanya.
- Instrumentalitas mengacu pada keyakinan bahwa kinerja akan berujung pada reward. Umumnya, semakin tinggi instrumentalitas seseorang, semakin besar kesempatan munculnya motivasi. Jika pekerja yakin mendapat reward,
maka pada diri mereka akan muncul motivasi. Tatkala mereka tidak
yakin, pekerja tidak akan termotivasi. Contoh, Jokoy yakin ia akan
menjadi manajer yang baik dan ingin beroleh promosi. Kendati demikian,
Jokoy punya kendali lain di luar dirinya yang menyatakan bahwa promosi
hanya bisa dicapai melalui kerja keras. Jokoy benci kerja keras. Dengan demikian, Jokoy tidak akan termotivasi untuk bekerja demi promosi tersebut.
- Valensi mengacu pada nilai yang seseorang posisikan selaku hasil atau reward. Umumnya, semakin tinggi nilai (pentingnya) suatu outcome (hasil) atau reward,
semakin baik kesempatan munculnya motivasi. Contoh, seorang supervisor
bernama Gadissa, ingin seorang pekerja bernama Cantika, untuk bekerja
keras. Jika Cantika ingin beroleh promosi, ia mungkin akan termotivasi.
Kendati begitu, jika suatu promosi tidak penting bagi Cantika, promosi
tersebut tidak akan memotivasi Cantika.
Teori Tujuan
– Riset yang diadakan oleh E.A. Locke dan sejawatnya menyingkap bahwa
latar belakang suatu tujuan punya efek positif atas motivasi dan
kinerja. Prestasi tinggi akan memotivasi individu untuk secara konsisten
terlibat dalam perancangan tujuan. Teori Tujuan berpendapat
bahwa tujuan spesifik dan rumit akan memotivasi orang. Perilaku kita
punya tujuan yang mana biasanya demi memenuhi kebutuhan. Sasaran memberi
kita pemahaman akan tujuan sebagaimana pada mengapa kita bekerja untuk
memenuhi tugas yang diberikan.
Teori Penguatan
Seorang teoretisi penguatan bernama Burrhus Frederic Skinner, menyatakan bahwa untuk memotivasi pekerja tidaklah perlu-perlu amat mengidentifikasi dan memahami kebutuhan (teori motivasi pemuasan) atau juga tidak perlu-perlu amat
memahami bagaimana pekerja memilih perilaku guna memenuhi kebutuhan
tersebut (teori motivasi proses). Apa yang manajer perlu untuk lakukan
hanyalah memahami hubungan antara pemberian perilaku tertentu dan
akibat-akibat yang ditimbulaknnya, untuk kemudian merancang suatu
kontijensi yang menguatkan perilaku yang diinginkan dan menghentikan
perilaku yang tidak diinginkan.
Teori Penguatan berpendapat bahwa
melalui akibat-akibat dari suatu perilaku, orang akan termotivasi untuk
berbuat dengan cara yang sudah ditentukan sebelumnya. Teori penguatan
menggunakan modifikasi perilaku (penerapan teori penguatan agar pekerja
melakukan apa yang pemberi perilaku ingin mereka lakukan) dan kondisi
operasi (jenis dan jadual penguatan). Skinner menyatakan bahwa perilaku
dapat dipelajari lewat pengalaman seseorang akan akibat positif ataupun
negatif dari suatu perilaku. Tiga komponen dalam kerangka Skinner
sebagai berikut :[10]
Gambar 17 Teori Penguatan Motivasi versi Skinner
Metaanalisis rises empiris terkini selama lebih 20 tahun menemukan bahwa teori penguatan mampu meningkatkan kinerja sebesar 17%. Sebab itu, teori penguatan dapat dijadikan prediktor (penentu) yang konsisten atas perilaku kerja. Dalam bagan di atas, perilaku adalah fungsi dari akibat-akibatnya sendiri. Pekerja belajar apa perilaku yang harus mereka tunjukkan, dan bukan yang mereka kehendaki sebagai hasil atau akibat atas pemberian perilaku tertentu.
Jenis-jenis Penguatan
Positif – Suatu metode pemberdayaan perilaku secara terus-menerus adalah dengan menawarkan akibat yang menarik (reward) bagi kinerja yang diinginkan. Contoh, seorang pekerja datang ontime untuk rapat dan diberi reward
oleh manajer berupa ucapan terima kasih. Pujian digunakan guna
melakukan penguatan. Penguatan lainnya adalah gaji, promosi, cuti, dan
peningkatan status. Penguatan positif merupakan hasil dari hasil
positif, dan merupakan motivator terbaik bagi peningkatan produktivitas.
Pemberian pujian merupakan bentuk penguatan positif.
Penghindaran –
Penghindaran juga disebut penguatan negatif. Sebagaimana dengan
penguatan positif, pekerja diberdayakan untuk meneruskan perilaku yang
diinginkan. Pekerja menghindari akibat-akibat negatif. Contoh, seorang
pekerja tepat waktu untuk rapat guna menghindarkan diri dari penguatan
negatif, seperti teguran atau dijewer telinganya oleh atasan. Aturan
didesain agar pekerja menghindari perilaku tertentu. Kendati begitu,
aturan bukanlah penghukuman. Penghukuman diberikan hanya jika aturan
dilanggar. Penghindaran ada di dalam sisi pekerja, di mana mereka
berusaha menghindar dari situasi yang tidak mereka inginkan.
Pemusnahan –
Ketimbang memberdayakan perilaku yang diinginkan, pemusnahan merupakan
upaya mengurangi atau menghilangkan perilaku yang tidak diinginkan
dengan menahan penguatan tatkala perilaku muncul. Contoh, seorang
pekerja yang telat untuk rapat tidak diberi reward dengan pujian. Atau manajer menahan reward
nilai, seperti penaikan upah, hingga saat pekerja menampilkan kinerja
sesuai standar. Dari cara pandang lainnya, manajer yang tidak mereward
suatu kinerja baik yang ditunjukkan pekerja dapat berakibat musnahnya
perilaku tersebut. Dengan kata lain, jika anda mengabaikan kinerja
pegawai yang baik, kinerja baik tersebut akan terhenti akibat pekerja
berpikir “mengapa saya harus melakukan kinerja bagus jika reward tidak kudapatkan?”
Penghukuman –
Penghukuman digunakan untuk menyediakan akibat-akibat tidak diinginkan
dari perilaku yang tidak diharapkan. Contoh, seorang pekerja telat untuk
rapat kemudian ditahan oleh pimpinan dan ‘dikeramas.’ Bahwa
dengan penghindaran tidak ada penghukuman aktual; maka dianggap tindakan
penghukuman saja yang mampu mengendalikan perilaku. Metode lain
penghukuman adalah pencabutan hak istimewa, skorsing, denda, demosi, dan
pemecatan. Penggunaan penghukuman dapat mengurangi perilaku yang tidak
diinginkan; tetapi ia tetap tidak akan menghalangi perilaku tidak
diinginkan lainnya untuk muncul seperti moral kerja yang rendah,
produktivitas yang rendah, dan tindakan seperti pencurian dan sabotase.
Penghukuman bersifat kontroversial dan merupakan metode yang paling
kurang efektif dalam memotivasi pekerja.
[1] Ellen A. Ellen A. Benowitz, Principles of Management (New York: Hungry Minds, 2001).Benowitz, p.127.
[2] John R. Schemerhorn, James G. Hunt, Richard N. Osborn, Organizational Behavior, 7th Edition (Phoenix : John Wiley & Sons, 2002) , p.147.
[3] Laurie J. Mullins, Management and Organisational Behavior, 7th Edition, (Essex: Pearson Education Limited, 2005) p.471.
[4] Martin V. Covington, Making the Grade: A Self-Worth Perspective on Motivation and School Reform, (New York: Cambridge University Press 1992) p.12-3. Lihat juga Robert J. Marzano, What Works in School: Translating Research into Action, (Virginia: Association for Supervision and Curriculum Development, 2003) p.144.
[5] Jere E. Brophy, Motivating Student to Learn, (New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc, 2004) p. 4
[6]Ibid.
[7] Donna Walker Tileston, What Every Teacher Should Know about Student Motivation, (California: Corwin Press, 2004) p.2-5.
[8] Robert N. Lussier and Christopher F. Achua, Leadership: Theory, Application, and Skill Development, 4th Edition (Mason: South-Western Cengage Learning, 2010) p.81.
[9] Laurie J. Mullins, op.cit. Jika diseling dengan footnote lain, tulisan ini mendasarkan dirinya pada Mullins ini.
[10] Laurie J. Mullins, op.cit.
tags:
definisi motivasi kerja teori hirarki kebutuhan maslow teori xy mcgregor dua faktor herzberg proses penguatan skinner teori ekspektansi ekuitas
tags:
definisi motivasi kerja teori hirarki kebutuhan maslow teori xy mcgregor dua faktor herzberg proses penguatan skinner teori ekspektansi ekuitas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar