Selasa, 17 Desember 2013

Pemilihan Pilkada secara langsung (netralitas birokrasi di tengah syahwat kekuasaan)

Hubungan Politik, kekuasaan, dan birokrasi adalah suatu dialektika dalam pemerintahan Indonesia seiring dengan perkembangan situasi ketatanegaraan. Baik itu dimasa kerajaan, masa kolonial sampai dengan setelah kemerdekaan. Politik dan kekuasaan mempunyai pengaruh yang luar biasa atas fungsi dan peran birokrasi Indonesia selama ini. Meskipun dalam keilmuan yang disampaikan dalam kuliah anda Birokrasi seharusnya bekerja melayani dan berpihak kepada rakyat namun pada kenyataannya tidak lebih dari pelayan penguasa yang juga menunjukan keberpihakan pada politik dan kekuasaan.
Dan perlu untuk dicatat adalah, pengaruh kuat pemerintah terhadap birokrasi sebenarnya menjadikan mesin birokrasi sulit memberi pelayanan publik yang profesional, bahkan cenderung rentan terhadap tarik-menarik kepentingan politik, korupsi, kolusi, nepotisme, inefisiensi, dan patologi birokrasi lainnya. Sehingga, masyarakat kita melihat birokrasi (administrasi negara) adalah sama dengan pemerintah bahkan mungkin bagi anda yang diembel-embeli kader birokrasi (praja IPDN). Padahal keduanya berbeda dan tidak dapat disamakan. Dalam kontek Indonesia, pembedaan birokrasi (administrasi negara) dengan pemerintah, memang sepertinya dibuat sebagai sesuatu hal yang tidak berbeda (sama). Inilah yang menjadikan peran eksekutif (pejabat politik) tetap dominan dan berkuasa penuh atas birokrasi.
Tulisan ini mencoba mecari sudut pandang tersendiri terhadap netralitas birokrasi dengan mendorong pemahaman ideal bahwa birokrasi adalah mesin yang tetap jalan meskipun dengan kondisi politik bagaimanapun. Yang perlu anda catat adalah. Birokrasi merupakan alat negara yang berkerja berdasarkan aturan main sendiri dan didukung oleh perundang-undangan tersendiri. karenanya, hubungan antara birokrasi dan eksekutif menjadi suatu area yang harus diatur sedemikian rupa sehingga birokrasi sungguh-sungguh adalah abdi negara dan bukan sebagai abdi kekuasaan. Politik birokrasi adalah politik kenegaraan dan bukan politik kekuasaan.
Adapun pokok-pokok pemikiran dalam tulisan ini didasarkan atas enam basis analisis, pertama bahwa pemerintah adalah salah satu cabang kekuasaan dalam konsep trias politika yang dikenal dengan eksekutif. Wilayah eksekutif dalam konsep ini adalah yang terpilih melalui Pilpres dan Pilkada yakni Presiden dan Wakil Presiden maupun Kepala Daerah. Kedua, administrasi negara merupakan organ birokrasi negara yang adalah alat-alat negara dengan menjalankan tugas-tugas negara, salah satunya adalah tugas pemerintahan. Sehingga pemerintah tidak selalu identik dengan negara karena itu, aparat negara bukanlah melulu aparat pemerintah.
Perlu diperhatikan juga sebagai basis analisa ketiga adalah bahwa penyatuan administrasi negara dengan administrasi pemerintah mengakibatkan administrasi negara cenderung melayani kekuasaan, daripada menjalankan fungsi utamanya sebagai pelayan masyarakat. Keempat, netralitas birokrasi jika hanya sebatas membebaskan administrasi negara dari intervensi politik atau partai politik, sebagaimana dianut Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 1999 pada dasarnya menjadi suatu ambivalensi. Pemerintah sebagai bagian dari administrasi negara adalah kekuasaan politik, sehingga akan sulit bagi pemerintah untuk tidak mendatangkan pengaruh politik ke dalam birokrasi.
Kelima, administrasi negara dengan administrasi pemerintah harus dipisahkan dengan menempatkan administrasi negara ke dalam bingkai negara, sehingga administrasi negara benar-benar sebagai alat negara dan abdi masyarakat, bukan alat pemerintah. Untuk itu penempatan administrasi negara harus didasrkan atas aturan baru yang lebih kuat atau bahkan konstitusi sendiri mengaturnya. Aturan tersebut benar-benar harus menempatkan administrasi negara lebih mandiri dan netral. Pilihannya, menyempurnakan aturan perundang-undangan yang sudah ada atau membuat aturan baru yang lebih kuat. Melalui aturan perundang-undangan yang baru, hubungan antara pemerintah dan administrasi negara ditata ulang, sehingga posisi administrasi negara menjadi lebih independen dan netral, utamanya terhadap pemerintah (eksekutif).
Dalam konteks penataan birokrasi, netralitas birokrasi bukanlah jawaban dari semua permasalahan dan patologi birokrasi kita. Namun netralitas birokrasi setidaknya mendorong kearah idealnya posisi birokrasi di tengah syahwat kekuasaan.